Sukses

Jateng Disebut Provinsi Termiskin di Jawa, Ganjar Beri Tanggapannya

PDRB per kapita atau pendapatan rata-rata penduduk Jateng tahun 2021 adalah 38,67 juta per tahun. Namun demikian, jika dirata-rata, jumlah tersebut melebihi upah minimum yang telah ditentukan Pemprov Jateng.

Liputan6.com, Semarang - Gubernur Jawa Tengah (Jateng) Ganjar Pranowo menanggapi pemberitaan yang menyatakan Jawa Tengah sebagai provinsi termiskin. Orang nomor satu di Jateng itu tidak membenarkan berita tersebut. Namun, ia menyetujui PDRB Jateng yang rendah.

Hal itu disampaikan Ganjar Pranowo saat memberi sambutan dalam pelantikan jabatan fungsional di lingkungan Pemerintah Provinsi Jateng di Gedung Grahadhika Bhakti Praja, Senin (4/4/2022).

Menanggapi kabar Jateng jadi provinsi termiskin, Ganjar sempat meminta pihak terkait untuk segera mengecek kebenaran hal tersebut. "Jawa Tengah provinsi paling miskin, aku juga bingung. Semua aku tanyakan, ayo semua cek datanya. Akhirnya yang menjelaskan BPS sendiri," kata Ganjar.

Mantan anggota DPR RI itu pun mengakui bahwa Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) di Jateng masih rendah. Namun, lanjut Ganjar, itu bukan acuan jadi kemiskinan. "Tidak begitu. Bahwa untuk pendapatan dari PDRB memang rendah tapi apakah itu otomatis miskin, tidak," ujar Ganjar.

Sebelumnya, Kepala Badan Pusat Statistik Jateng Adhi Wiriana menganggap kabar tersebut adalah narasi menyesatkan. Menurutnya, penghitungan kemiskinan tidak didasarkan atas tingkat PDRB per kapita. "Terkait pemberitaan hari ini, yang menyatakan PDRB per kapita (sebagai acuan) Jateng menjadi daerah termiskin merupakan berita hoaks, kalau menurut saya," ujar Adhi saat ditemui di Kantor BPS Jateng, Rabu (30/3/2022).

Adhi mengatakan, bahwa benar PDRB per kapita atau pendapatan rata-rata penduduk Jateng tahun 2021 adalah 38,67 juta per tahun. Namun demikian, jika dirata-rata, jumlah tersebut melebihi dari upah minimum yang telah ditentukan oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jateng.

Ia menyebut, tingkat pendapatan suatu daerah tidak linear dengan tingkat kemiskinan. Hal itu karena, PDRB disebut juga sebagai pendekatan kesejahteraan semu.

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Jateng Bukan Provinsi Termiskin di Pulau Jawa

Selama ini, untuk menentukan tingkat kemiskinan suatu daerah, BPS Jateng menggunakan basic needs aproach atau pengeluaran masyarakat untuk membeli kebutuhan pokok. Metode ini melihat komponen dari makanan dan non-makanan, seperti nasi, telur, pakaian, listrik, transportasi dan sewa rumah.

"Angka sekitar 38 juta/tahun dari pendapatan pe rkapita itu betul, dibagi 12 bulan hasilnya masih di atas UMP atau UMR. Kalau kita lihat perusahaan besar menumpuk di DKI Jakarta, Banten, Tangerang dan Jabar yang mengakibatkan PDRB Perkapita tinggi. Tapi bukan berarti lebih kaya, karena yang menikmati kue pembangunan itu bisa jadi hanya 1.000 orang yang penghasilannya miliaran rupiah, sisanya kehidupannya rata-rata saja," sebut dia.

Secara data, Adhi memaparkan, Jateng bukanlah provinsi termiskin di Pulau Jawa. Meskipun angka kemiskinan mencapai 11,25 persen, lebih tinggi dari angka nasional yang 9,71 persen.

"Masih ada yang dikatakan lebih miskin dari Jawa Tengah yakni Yogyakarta dengan 11,9 persen. Kemudian dilihat dari jumlah penduduk miskin, sebenarnya Jawa Barat dan Jawa Timur lebih tinggi dengan 4 jutaan penduduk miskin. Sementara Jateng 3,9 juta," bebernya.

Ia menyebut, indeks gini rasio (tingkat ketimpangan pendapatan atau pengeluaran) di Jawa Tengah cukup rendah, yakni 0,368. Sedangkan, gini rasio provinsi lain seperti DKI Jakarta, Jabar dan DIY berada di atas Jateng dengan skor 0,4. Padahal, jika angka tersebut semakin mendekati 1, menandakan adanya ketimpangan yang besar.

Adhi berharap, masyarakat lebih meningkatkan literasi statistik. Hal itu didukung dengan Indeks Pembangunan Manusia di Jateng yang mencapai 0,3 persen, di atas Jawa Barat, Jawa Timur dan Banten.

"Memang Yogyakarta IPM-nya di atas kita dengan 0,4. Namun, kita mengajak masyarakat untuk lebih cerdas menyikapi data ini. Ini merupakan opini publik yang menggiring ke arah hoaks, menjelang politik 2024, mungkin saja. Karena seolah-olah menguntungkan yang satu dan merugikan yang lain," imbuhnya.

Ia mengajak masyarakat, tidak segan-segan membuka kanal informasi resmi dari BPS. Baik itu melalui kanal jateng.bps.go.id maupun kanal bps.go.id. Selain itu, BPS Jateng juga memiliki kanal aplikasi One Touch Statistics BPS Jateng, yang bisa diakses melalui telepon pintar.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini