Sukses

Menelusuri Lika-Liku Gamelan yang Eksis Sejak Abad ke-4

Gamelan berasal dari kata “gamel” yang dalam bahasa Jawa artinya memukul atau menabuh, sedangkan akhiran “an” merujuk pada kata benda.

Liputan6.com, Yogyakarta - Gamelan merupakan alat musik tradisonal yang berasal dari Jawa Tengah (Jateng) dan Yogyakarta. Gamelan merupakan alat musik ansambel atau perpaduan beberapa alat musik, seperti gambang, gendang, dan gong, yang membentuk instrumen.

Gamelan berasal dari kata “gamel” yang dalam bahasa Jawa artinya memukul atau menabuh, sedangkan akhiran “an” merujuk pada kata benda. Secara keseluruhan bisa dimaknai sebagai seperangkat alat musik yang dimainkan dengan cara dipukul atau ditabuh.

Sebenarnya alat musik sejenis gamelan juga banyak ditemui di berbagai daerah di Indonesia. Namun istilah Gamelan Jawa mengacu pada gamelan di Jateng dan Yogyakarta secara umum.

Sebagian masyarakat percaya gamelan sudah ada di nusantara sebelum masuknya agama Hindu di Indonesia. Pada saat itu suku  Jawa sudah mengenal sepuluh keahlian utama, dua di antaranya ialah kemampuan membuat dan memainkan wayang serta gamelan.

Dikutip dari berbagai sumber, gamelan sudah ada sejak 404 Masehi. Hal ini diperkuat dengan adanya relief gamelan di Candi Borobudur dan Prambanan.

Keberadaan para pengrawit atau para penabuh gamelan turut membuat gamelan semakin eksis. Para pengrawit biasanya memiliki hubungan yang baik dengan para penguasa.

Para pengrawit selalu dibutuhkan oleh penguasa Keraton. Sebab, keraton Islam merupakan pewaris Kerajaan Mataram Islam yang punya kepentingan politik kultural.

Keraton juga memiliki tanggung jawab untuk melanjutkan tradisi berkesenian dan politik syiar Islam, terlebih saat perayaan Sekaten. Sekaten dipercaya sudah ada sejak masa Kasultanan Demak pada abad ke-15.

Tradisi membunyikan gamelan Sekaten, yaitu Kanjeng Kiai Guntur Madu dan Kanjeng Kyai Guntur Sari, bertujuan untuk memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad. Catatan seniman asal Kemlayan, R Ng Pradjapangrawit dalam Serat Wedapradangga, dahulu gamelan ditabuh para pengrawit setiap tanggal 15 hingga 12 bulan Maulud.

Masyarakat pun berbondong-bondong mendatangi asal suara gamelan. Sebagian besar penduduk saat itu masih menganut kepercayaan warisan kakek moyang yang erat pula dengan budaya gamelan.

Strategi dakwah dengan memakai gamelan Sekaten yang nyaring dan keras itu diperkirakan menarik dan efektif untuk mengumpulkan massa. Proses Islamisasi masyarakat Jawa sengaja menggunakan seni budaya agar tidak timbul konflik dan masyarakat tidak mengalami gegar budaya.

Saksikan video pilihan berikut ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.