Sukses

Melindungi 200 Anak di Purbalingga yang Kehilangan Orangtua Akibat Covid-19

Sebanyak 1.085 orang meninggal akibat Covid-19 di Purbalingga. Aa lebih dari 200 anak yang menjadi yatim/piatu/yatim-piatu

Liputan6.com, Purbalingga - Sebanyak 1.085 orang meninggal akibat Covid-19 di Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah. Dari jumlah itu, sebagiannya meninggalkan anak di bawah umur.

Saat ini, lebih dari 200 anak yang menjadi yatim atau piatu atau yatim-piatu.

Anak yang ditinggal meninggal orangtuanya tentu perlu dilindungi. Muncul beragam masalah yang perlu dipecahkan.

Karena itu, Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (Fisip) Unsoed memberikan sejumlah masukan kepada Pemkab Purbalingga terkait problematika anak-anak yang kehilangan orangtua akibat pandemi Covid-19.

Masukan ini didasarkan pada riset yang dilakukan Fisip Unsoed kerjasama dengan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Purbalingga dalam program Mahasiswa Belajar Kampus Merdeka (MBKM).

Dosen Jurusan Sosiologi Fisip Unsoed, Dr Tyas Retno Wulan membimbing mahasiswanya untuk melakukan riset tentang model perlindungan anak korban pandemi Covid-19 berbasis pengarusutaman gender dan kearifan lokal.

"Rencanannya kami lakukan riset ini dua tahun. Tahun pertama ini akan mengidentifikasi problematika. Kemudian memetakan kebijakan stakeholder yang mungkin nanti bisa berjejaring. Di tahun kedua nanti kita bikin model perlindungan kepada anak korban Covid-19 Berbasis Pengarusutaman Gender dan Kearifan Lokal," kata Dr Tyas saat pemaparan, Senin (18/7/2022).

Ia mengungkap, dari 1.085 orang meninggal akibat Covid-19 di Purbalingga ada lebih dari 200 anak yang menjadi yatim/piatu/yatim-piatu. Para orangtua yang meninggal yakni 45 persen ibu, 50 persen ayah dan 5 persen ayah-ibu.

 

Saksikan Video Pilihan Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Penghasilan Rendah dan Dampak kepada Anak yang Ditinggalkan

Usia anak paling banyak di rentang 11-15 tahun yakni SMA/SMK 27 persen, belum sekolah 2 persen, SD 40 persen dan SMP 31 persen.

"Orang tua yang meninggal dominasi masih usia produktif. Ayah dominan meninggal di rentang usia 39-48 tahun (38%), sedangkan ibu di rentang usia 35-44 tahun (61%). Jadi banyak ibu-ibu muda yang meninggal," dia mengungkapkan.

Pendapatan orang tua/pengasuh mereka saat ini umumnya cukup rendah. Dari 124 responden, 66 di antaranya memiliki pendapatan orang tua atau pengasuh di bawah Rp1 juta per bulan. Pekerjaan pengasuh didominasi ibu rumah tangga.

"Terkait dengan sikap teman atau lingkungan sekitar, mereka mendapatkan dukungan yang baik. Meskipun ada yang menjauh karena takut tertular, akan tetapi paling banyak adalah yang memberi dukungan moral," jelasnya.

Tyas mengungkapkan, permasalahan lainnya adalah pada anak-anak yang ditinggal meninggal orangtuanya. Di antaranya sedih (39,5%), kesepian (12,1%), merasa kehilangan (25%), mudah emosi (3,2%), dan selalu teringat sosok orang tua (8,9%), sisanya tidak menjawab.

Sedangkan solusi yang mereka pecahkan sendiri yakni dengan bermain dengan teman (47,6%), beribadah/doa (17,7%), ziarah (2,4%), berfikir positif (4,8%), nonton/dengarkan musik (6,5%) dan lainnya (21%).

Penelitian ini juga mengungkap pendapat tentang bantuan yang diberikan pemerintah. Jawabannya beragam, ada yang mengaku belum mendapatkan, atau sudah mendapatkan tapi masih kurang. Bantuan yang dimaksud yakni Asistensi Rehabilitasi Sosial (Atensi).

"Akan tetapi secara umum berpendapat sudah cukup baik, karena sudah ada perhatian meskipun mendapatkan Rp 200 ribu per bulan, PKH, PIP cukup untuk kebutuhan sehari-hari. Akan tetapi ada yang mengeluhkan keberatan mengumpulkan nota pembelian. Sudah cukup baik akan tetapi belum ada tindaklanjut bantuan pelatihan/kursus," katanya.

 

3 dari 3 halaman

Pendampingan Anak yang Kehilangan Orangtua

Dari hasil riset tersebut, Fisip Unsoed memberikan sejumlah saran kepada Pemkab Purbalingga. Di antaranya, perlu dilakukan pendampingan sosial, psikologi maupun ekonomi kepada anak-anak.

Di samping itu juga perlu adanya pendataan menyeluruh di semua desa terkait anak korban Covid-19. Sinergi antar lembaga dan pemangku kepentingan untuk membantu pemulihan kondisi sosial ekonomi anak juga perlu dilakukan.

"Selanjutnya perlu menyusun kebijakan perlindungan anak korban Covid-19 berbasis pengarusutamaan gender dan kearifan lokal," kata Tyas.

Sementara itu, Asisten Pemerintahan dan Kesra Sekda Kabupaten Purbalingga R Imam Wahyudi berterima kasih atas riset yang dilakukan Fisip Unsoed terkait problematika anak korban pandemi Covid-19 di Purbalingga.

Program atau hasil dari kegiatan MBKM ini menjadi suatu referensi yang sangat bermanfat dalam rangka merumuskan suatu kebijakan, kemudian membuat suatu kegiatan dan mengalokasikan anggaran.

Sebagai langkah awal, Ia meminta kepada Dinsos untuk melakukan pendataan secara lengkap dan sistematis terkait anak-anak korban Covid-19 di Purbalingga ini.

"Hasil penelitian ini nanti bisa dibahas secara khusus untuk tindaklanjutnya," kata Imam.

 

Tim Rembulan

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.